Riba Ditengah Umat

Oleh : Tauhid Ichyar

persatuannews. Riba dalam bahasa Arab, الربا, adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam.

Allah ﷻ berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah 2: 278)

Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.

Allah ﷻ berfirman:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS Al-Baqarah 2:275)

Menurut terminologi ilmu fiqh, riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat tanpa adanya imbalan tertentu. Dikalangan masyarakat sering kita dengar dengan istilah rente, rente juga disamakan dengan bunga uang.

Rentenir meminjamkan uang kepada peminjam tanpa akad tertulis sesuai dengan kebutuhannya. Tiap bulan dikenakan bunga, apabila terlambat maka bunga berbunga artinya bunga bertambah terus.

Allah ﷻ berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةًۖ وَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Ali ‘Imran 3:130)

Baca juga :

  1. Forsa-UMA beraudensi ke Rektor UMA
  2. Pemerintah hitung opsi biaya haji turun lagi
  3. BMKG: Waspada Gelombang Sangat Tinggi hingga 6 Meter

Riba erat kaitannya dengan dunia perbankan konvensional, di mana dalam perbankan konvensional banyak kita temui transaksi yang memakai konsep bunga, berbeda dengan perbankan yang berbasis syariah.

Dalam praktek bank, rente merupakan keuntungan yang diperoleh pihak bank atas jasanya yang telah meminjamkan uang kepada debitur dengan dalih untuk usaha produktif, sehingga
dengan uang pinjaman tersebut usahanya menjadi maju dan lancar.

Dan keuntungan yang diperoleh semakin besar. Tetapi dalam akad kedua belah pihak baik kreditor (bank) maupun debitor (nasabah) sama-sama sepakat atas keuntungan yang akan diperoleh pihak bank.

Berbeda dengan bank konvesional, bank syariah memakai prinsip bagi hasil (mudharabah) yang belakangan ini lagi marak dengan diterbitkannya undang-undang perbankan syari’ah di Indonesia nomor 7 tahun 1992.

Prinsip Mudharabah adalah penyerahan modal uang pada orang yang berbisnis sehingga ia mendapatkan prosentasi keuntungan.

Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.

Artinya : “Rasulullah ﷺ melaknat orang yang memakan riba, orang yang mewakilinya, pencatatnya dan dua saksinya. Beliau bersabda, “Mereka semua sama.”(HR Muslim (no. 955)

Abu Zahrah dalam kitab Buhūsu fi al-Ribā menjelaskan mengenai haramnya riba bahwa riba adalah tiap tambahan sebagai imbalan dari masa tertentu, baik pinjaman itu untuk konsumsi atau eksploitasi, artinya baik pinjaman itu untuk mendapatkan sejumlah uang.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: اَلشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِِ.

Artinya : “Jauhilah oleh kalian tujuh (perkara) yang membinasakan.” Para Sahabat bertanya, “Apa itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan cara yang haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita yang suci bersih lagi beriman dengan perzinaan. (HR al-Bukhari (V/393, no. 2766), Shahiih Muslim (I/92, no. 89)

Sungguh, bermohonlah pada Allah, tinggalkanlah riba, Allah ﷻ telah memberikan ancaman yang tegas kepada semua pelaku riba dengan pancaman yang mengerikan. Siapa saja yang memakan riba seperti orang yang kerasukan setan yang terkena penyakit gila.

Penulis : Pengurus Persatuan Islam Sumatera Utara
Pengurus Lembaga Ukhuwah Umat Islam MUI Sumatera Utara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *