Membangun Etos Kerja

Apakah kita termasuk ber-etos kerja bagai orang-orang terjajah, beretos kerja bagai para agresor, beretos kerja bagai para priyai atau beretos kerja bagai PRT.

persatuannews.com. Etos kerja, kita sering mendengar kata ini ditengah lingkungan para pekerja. Kata ini biasa digunakan sebagai pembanding perilaku para pekerja dalam melaksanakan pekerjaan. Etos kerja konotasinya, rajin, giat, bersemangat, pantang menyerah, penuh disiplin dan beretika.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Kerja dalam arti pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi, intelektual dan fisik, maupun hal-hal yang berkaitan dengan keduniaan maupun keakhiratan. (Wikipedia)

Kata ini juga sering dijadikan tolak ukur dalam menilai budaya kerja apakah itu karyawan, wartawan, buruh, pekerja sosial, penulis, arsitek, akuntan, dokter atau bahkan pensiunan. Kita boleh menilai diri, dimana level etos kerja kita selama ini.

Apakah kita termasuk ber-etos kerja bagai orang-orang terjajah, beretos kerja bagai para agresor, beretos kerja bagai para priyai atau beretos kerja bagai PRT. Semua kembali kepada diri masing-masing, dimana posisi kita. Kitalah yang lebih tahu siapa diri kita, walau orang lain yang menilainya.

Etos secara umum yang berarti perilaku dalam bekerja, cara hidup dalam bekerja atau tingkah laku dalam bekerja. Kata etos berasal dari bahasa Yunani akar katanya adalah ethikos, yang berarti moral. Memberikan arti, sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial.

Etos kerja Masyarakat
Masyarakat kita masyarakat yang memiliki etos kerja yang masih dibawah rata-rata. Etos kerja yang dibawah rata-rata pada masyarakat ini, besar kemungkinan disebabkan terlalu lama mengalami penjajahan. Atau memang faktor alam begitu subur, memanjakan masyarakatnya. Bak tanah surga kata Koesploes, tongkat kayu dan batu jadi tanaman.

Mochtar Lubis, dalam Manusia Indonesia (1977), menyebutkan beberapa catatan bagaimana etos kerja orang Indonesia ; (1) Munafik atau hipokrit. Suka berpura-pura, lain di mulut lain di hati; (2) Enggan bertanggung jawab. Suka mencari kambing hitam; (3) Berjiwa feodal, gemar upacara, suka dihormati dari pada menghormati dan lebih mementingkan status daripada prestasi; (4) Percaya takhyul. Gemar hal keramat, mistis dan gaib; (5) Berwatak lemah. Kurang kuat mempertahankan keyakinan, plinplan, dan gampang terintimidasi. Dari kesemuanya, hanya ada satu yang positif, yaitu pada poin (6) Artistik; dekat dengan alam. Inilah kenyataan masyarakat kita, dan mungkin saja kita termasuk didalamnya.

Baca juga :

  1. Kota Hijau, Kota Kesejukan Hayati
  2. Optimis Dalam Menghadapi Tantangan Hidup
  3. Kolaborasi LAZ Persis Sumut dan RM Seafood Mak Judes Santunan Anak Yatim

Sebagian besar masyarakat lebih mudah mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan. Apapun yang dibutuhkan tersedia dan mudah didapat. Masyarakat tidak perlu bekerja keras untuk mendapatkan bahan makanan sebab alam menyediakannya sepanjang tahun. Begitulah sikap hidup masyarakat. Lingkungan sangat mempengaruhi prilaku dan sikap hidup masyarakatnya.

Berbeda halnya dengan masyarakat di negara-negara tandus yang mempunyai empat musim. Pada musim panas masyarakatnya bekerja keras mengumpulkan makanan sebagai persediaan di musim dingin. Sifat-sifat ini pun menjadi tradisi kuat masyarakat saat bekerja di kantor-kantor Pemerintahan atau Swasta atau bidang usaha lainnya.

Membangun Etos Kerja
Membicarakan etos kerja, kita berbicara tentang kedisiplinan dan komitmen untuk melakukan yang terbaik. Sebagaimana kita ketahui bangsa yang memiliki etos kerja luar biasa adalah bangsa Jepang dan Jerman. Bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang disiplin dan tingkat produktivitasnya tinggi.

Pada tahun 1945 Perang Dunia Kedua berakhir, kekuatan sekutu dapat menaklukan pasukan Jerman dan Jepang. Mereka skak mat dan luluh lantak oleh kekuatan pasukan sekutu. Kehancuran infrastruktur dengan korban jiwa tidak terkira, menyisakan kepahitan hidup yang luar biasa. Kota Induntri Hiroshima dan Nagasaki terkena bom Nuklir, sementara Jerman terbelah menjadi dua negara, Jerman Timur dikuasai Rusia dan Jerman Barat dikuasasi Negara Sekutu.

Dengan displin, budaya kerja, mereka cepat untuk bangkit, mereka menjadi bangsa yang tingkat ekonominya sejajar dengan negara-negara maju. Etos kerja mereka memiliki peranan penting atas kebangkitan ekonomi, terutama setelah kekalahan diperang dunia kedua.

Sewajarnya semua bangsa perlu belajar dari kedua bangsa ini. Menurut Max Weber (1905), intisari dari budaya dan etos kerja bangsa Jerman dapat disarikan sebagai berikut ; (1). Bertindak rasional, (2). Berdisiplin tinggi, (3). Bekerja keras, (4). Berorientasi pada kesuksesan material, (5). Hemat dan bersahaja, (6).Tidak mengumbar kesenangan, (7). Menabung dan berinvestasi.

Sementara di Timur, orang Jepang menghayati Etos Bushido (etos para samurai) yakni the way of the samurai yang bersumber dari perpaduan filsafat Konfusianisme, Buddhisme, dan Shintoisme yang kemudian menjadi karakter dasar budaya kerja bangsa Jepang yang merupakan karakter dasar budaya kerja.

Etos Bushido menurut Robert Bellah (1957) tersebut terdiri dari tujuh prinsip sebagai berikut: (1). Gi: Keputusan yang benar diambil dengan sikap yang benar berdasarkan kebenaran; jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, sebab kematian yang demikian adalah kematian yang terhormat. (2). Yu: Berani dan bersikap kesatria. (3). Jin: Murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama.(4). Re: Bersikap santun; bertindak benar. (5). Makoto: Bersikap tulus yang setulus-tulusnya; bersikap sungguh yang sesungguhnya; tanpa pamrih. (6). Melyo: Menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan.(7). Chugo: Mengabdi dan loyal.

Penulis : Tauhid Ichyar.
Pemerhati Sosial Masyarakat.

Persatuan News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *