persatuannews.com. Kutarik tali kekang sapi dan kambing satu persatu keluar pagar pembatas bambu peternakan. Dipojokan lapangan rumput, pada kisi-kisi pagar bambu tali pengekang gembalaan sapi dan kambing kutambat. Dua puluh ekor sapi dan tiga puluh ekor kambing satu persatu kuperiksa dengan seksama. Sambil mengusap-usap kepalanya agar jinak dan tak liar kesana kemari.
Setiap hari bersama Wak Jalor dan si Tris anak yatim tetanggaku, tiga bulan menjelang hari Idul Qurban tiba, semua sapi dan kambing titipan, kami gembalakan bersama. Tris bocah kelas 2 SD ini rajin bantu-bantu kami mengurusi lembu dan kambing gembalaan.
Sepulang sekolah biasanya ia sudah datang ke tempat kami membantu mengarit rumput. Tris tidaklah dia datang begitu saja tanpa menerima upah, biasanya wak Jalor memberinya imbalan lima belas sampai dua puluh lima ribu setiap kali ia datang, lumayan juga kupikir untuk biaya transportasi dan keperluan sekolahnya.
Sore kemarin Wak Dol tetangga belakang rumahku nitip 2 ekor kambing seberat lebih kurang 40 kg, yang seekor buat qurban keluarganya, seekor lagi untuk kami jualkan menjelang Idul Qurban tiba. Beliau setiap tahun berusaha keras bisa berqurban dari beberapa ekor kambing ternaknya, walau ia hanya seorang pedagang sayur keliling.
Ayah berputra lima ini selalu menyisihkan seekor dari beberapa ternak kambing peliharaannya. Biasanya yang berumur 1-2 tahun, bagus posturnya, sehat jasmaninya dan cukup memadai beratnya. Selalu dilebihkannya tiga ratus sampai lima ratus ribu untuk kami sebagai biaya titip jaga dan gembala, lain lagi kalau laku terjual.
Ikatan simpul rumput hasil babatan Si Tris sore kemarin kulepas, kususun berjejer, menjadi beberapa tumpukan rumput lalu kucampur dengan campuran dua mililiter bregadium water SA-29 setiap satu liter air minum sapi dengan perbandingan satu banding lima ratus, terkadang dicampurkan pada konsentrat makanan sapi.
Baca Juga :
- Penandatanganan Komitmen Bersama BMKG Dan Para Mitra
- Jangan Abaikan Masa Senjamu
- Kisah akademisi asal Gaza, pelarian dan harapan
Kutuangkan kedalam ember campuran bregadium water, menambahkan sebagian untuk sapi-sapi dan kambing yang masih kehausan, dari arah selatan jalan asrama haji mobil pajero sport hitam berjalan pelan dan berhenti tepat didepanku. ” assalamualaikum bang haji”, sapa sipengendara sambil membuka kaca mobil, “waalaikumsalam“, jawabku ramah, “tolong carikan kambing yang bagus bang haji yang harganya relatip terjangkau kantong”, katanya lagi.
Dibukanya pintu, lalu datang mendekatiku, kuperhatikan penampilannya, seorang pria kantoran, berpakaian rapi, berdasi dengan sepatu ferradini mengkilap, “kalau yang ini berapa harganya bang”, ditunjuknya seekor kambing jantan dengan berat berkisar 35 kg,” itu.., lima juta pak” jawabku, sambil membuka tali kekang dan mendekatkan kambing tadi kepadanya,”mahal juga ya bang, bisa kurang”, jawabnya lagi,“harga kita,… harga pas saja pak”, jawabku meyakinkkan harga yang kutawarkan.
“Wah, cukup mahal juga ya bang, …ada yang harga dua juta atau tiga jutaan bang,” tawarnya lagi padaku, “ masih terlalu jauh pak, disini sapi dan kambing kita pilihan, lihatlah posturnya, harganya sudah standar, kita siap mengantarnya sampai hari H nya pak, beberapa hari disini kita tetap menjaganya”, jawabku.
Apa yang kutawarkan sepertinya belum cocok, dicobanya memilih-milih kambing-kambing lain yang kutambatkan. Selang beberapa saat seorang pria tua datang dengan sepeda ontel tuanya, pak Barjo, penjaga sekolah putriku Nisa, “ assalamualikum” sapanya menghentikan pembicaraanku dengan pria parobaya yang masih menawar-nawar kambing disebelahku,“waalaikumsalam,…eh pak Barjo, apa kabar,” balasku menjawab salamnya.
”baik Dien, tolong kau carikan untukku kambing yang terbaik, beratnya 40 kiloan, yang cantik, macam yang tahun lalu, nih uangnya,” dibukanya pelastik keresek dari boncengan belakang sepedanya, “hitung Dien,…ada enam juta, sekalian ni ongkos beca dan rawat sampai hari H nya”, jawabnya lagi.
“ makasih pak, sore nanti kuantar kerumah kwitansinya”,jawabku pada pak Barjo yang akan meninggalkanku,“enggak perlu kwitansi, aku perlu kambingnya Dien”, selorohnya padaku, lalu tanpa basa basi lagi ia pergi meninggalkan kami yang masih disibukan dengan tawar menawar harga.
Sosok pak Barjo, laki-laki sederhana dan pria berdasi yang masih menawar harga kambingku, tentu mereka punya latar belakang pendidikan, pekerjaan dan status sosialnya ditengah masyarakat.
Dan tentu saja sangat berbeda cara memahami qurban sebagai bentuk loyalitas total kepada Yang Maha Kuasa sebagai perintah kepada manusia. Yang satu memandangnya penuh kesungguhan dengan keikhlasan dalam memberikan qurban yang terbaik, sementara yang satu masih banyak yang harus didahulukan. Apakah kredit rumah, kredit mobil, biaya pendidikan anak, biaya pelesiran, asuransi kesehatan, asuransi haritua atau seabrek biaya lainnya.
Qurban, merupakan tradisi tua yang telah dilaksanakan turun temurun sejak nabi Ibrahim mendapat perintahNya. Berqurban merupakan syariat yang meneladani Nabi Ibrahim AS dalam menjalankan perintah Alah SWT menyembelih anak semata wayangnya, Ismail. Loyalitas total yang dilakukan Ibrahim atas sebuah perintah berbuah saat mata pisau akan menyentuh putranya Ismail, kepatuhan Nabi Ibrahim digantikan dengan seekor kibas. Dan tradisi menyembelih hewan kurban itu berlaku sampai sekarang.
Sungguh, sembelihan hewan kurban yang sampai kepada-Nya adalah amal yang ikhlas karena ketundukan, kepatuhan ketaatan pada perintah sang Khaliq kepada hamba-Nya. Menyembelih hewan kurban berarti loyalitas total atas perintah-Nya untuk siap berkurban sebagian atas harta yang kita sayangi. Daging hewan kurban itu nantinya tidak ditaruh di tempat-tempat suci agar diterima sebagai persembahan, tetapi dibagikan kepada fakir miskin yang sehari-hari sangat jarang makan daging karena harganya yang tidak terjangkau oleh mereka. Sementara bagi kita yang mumpuni, memakan daging adalah hal yang biasa.
Terkadang semangat berkurban belum kuat bersemi dalam kalbu. Semestinya ada rasa malu kepada diri sendiri bila dibandingkan Pak Barjo yang hanya penjaga sekolah dasar tetangga belakang rumahku. Meskipun hidupnya sederhana dan apa adanya, tetapi semangat berkurbannya sungguh luar biasa.
Setiap bulan disisihkannya gaji dan kriman anak-anak untuk ditabung, pada setiap Idul Adha dibelinya seekor kambing terbaik untuk kurban keluarga. Walau hidup pas-pasan namun semangat berkurban selalu menggelora dihatinya. Atau Wak Dollah sebagaimana pak Barjo, keduanya memberi tauladan kepada kita,“Apalah arti seekor kambing yang hanya seharga Rp 4.500.000 – 6.500.000,- dibandingkan dengan Nabi Ibrahim yang mampu mengorbankan putra sematang wayangnya dikala perintah kurban itu diterimanya” gumanku dalam hati.
- Penulis : Tauhid Ichyar, Pengurus PW Persis Sumatera Utara
- Anggota Ukhuwah Islamiyah MUI Sumatera Utara