Kepemimpinan Adalah Tentang Melayani

Dalam konteks kekinian pemimpin adalah mereka yang melayani sebelum dan sesudah menjadi pemimpin dan bertindak sebagai fasilitator, serta menjadi Soko guru kehidupan

persatuannews.com. Seorang penggagas gerakan “Servent Leadership” bernama Robert K. Greenleaf (1904-1990) pernah berkata bahwa “Kepemimpinan adalah tentang melayani, bukan dilayani” pernyataan ini sangat menginspirasi kita semua ketika seseorang punya ambisi menjadi seorang pemimpin.

Banyak dari kita yang tumbuh dengan pandangan bahwa pemimpin itu adalah orang yang berada dibarisan terdepan  dengan memberi perintah dan tentunya diikuti banyak loyalis, namun, Robert K. Greenleaf justru mengajarkan kita bahwa kepemimpinan sejati itu bukanlah tentang bagaimana mendapatkan suatu kekuasaan atau status, melainkan tentang bagaimana cara kita dalam melayani orang lain dengan empati dan memberikan perhatian yang dibutuhkan oleh banyak orang, sehingga akan tercipta banyak hal yang dapat memberikan manfaat.

Servant leadership atau kepemimpinan melayani adalah suatu prinsip kepemimpinan yang berawal dari perasaan tulus yang timbul dari dalam hati, menempatkan kebutuhan pengikut sebagai prioritas, menyelesaikan persoalan bersama, dalam mencapai suatu tujuan.

Baca Juga :

  1. Anggota DPD RI Muhammad Nuh Tolak Isu Pelegalan Judi dalam Dialog dengan Masyarakat Pakpak Bharat
  2. Semangat Berqurban
  3. Pelantikan Tasyikil Pimpinan Daerah Persatuan Islam Istri (Persistri) Tanahkaro

Namun, empat belas abad yang lalu jauh sebelum Robert K. Greenleaf mengemukakan bagaimana tentang kepemimpinan yang ideal Nabi Muhammad Saw telah memberikan tauladan yang paripurna, kepada para sahabat dan umat.

Suatu ketika, Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu’ anhu  ingin meninjau langsung pasukan kaum Muslimin yang sedang berada di Syam (wilayah Syiria dan sekitarnya).

Beliau pun berangkat menunggangi untanya dan melakukan perjalanan hingga tiba di perbatasan Syam. Sesampainya di sana, Umar bin Khattab beristirahat di sebuah tenda milik panglima  perang saat itu, yaitu Sahabat Rasulullah SAW, Abu Ubaidah bin al-Jarrah.

Abu Ubaidah menyambut beliau dengan penuh hormat dan kehangatan. Pada saat Umar datang bertepatan dengan waktu makan siang.  Lalu salah seorang bertanya pada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, apakah engkau ingin disuguhi makanan seperti yang dimakan pasukan? atau makanan seperti yang dimakan panglima pasukan?”

Umar menjawab, “Bawakan keduanya.” Maka dihidangkanlah terlebih dahulu makanan pasukan. Ternyata isinya adalah daging yang dimasak berkuah (mirip Semur) dan roti yang dicelupkan dalam kuah (tsarid).

Melihat itu, Umar bertanya, “Ini makanan pasukan? “Mereka menjawab, Benar, wahai Amirul Mukminin. Lalu Umar berkata,” Sekarang bawakan makanan panglima pasukan.”

Mereka pun membawa makanan Abu Ubaidah; ternyata hanya rimah-rimah roti kering dan sedikit susu. Melihat itu Umar bin Khattab pun menangis. Beliau berkata,”Benarlah (Rasulullah) yang menjulukimu sebagai ‘Aminu hadzihil ummah’-orang yang paling dapat dipercaya di umat ini.”

Abu Ubaidah bin al-Jarrah pernah menjadi prajurit di bawah kepemimpinan Khalid bin Walid, ketika mereka sedang berjihad dan menaklukkan negeri-negeri.

Suatu hari Umar bin Khattab mengirim surat dari pusat pemerintahan di Madinah yang berisi keputusan memberhentikan Khalid bin Walid dari jabatan sebagai panglima, dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai penggantinya.  Namun ketika menerima perintah itu, Abu Ubaidah berkata kepada Khalid, “Demi Allah, aku sebenarnya tidak suka memutus perjuanganmu. Bukan kekuasaan dunia yang kita cari, bukan pula demi dunia kita bekerja. Kita semua adalah saudara karena Allah.”

Dalam konteks kekinian pemimpin adalah mereka yang melayani sebelum dan sesudah menjadi pemimpin dan bertindak sebagai fasilitator, serta menjadi Soko guru kehidupan.

  • Penulis: Abdul Aziz
  • Penasehat PW Persis Sumatera Utara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *