persatuanmews.com. Sesungguhnya hidup ini kita memilih, ada banyak pilihan dalam hidup. Ada saatnya kita harus mengambil keputusan yang sangat berat dalam melakukan proses up-date hidup. Harus berani dan mau membuang semua kebiasaan lama yang mengikat, meskipun kebiasaan lama itu menyenangkan dan aman. Kita harus rela dengan cara untuk meninggalkan perilaku lama kita agar kita bugar menggapai tujuan yang lebih baik di masa depan.
Bila ingin mengubah hidup, berani melepaskan kebiasaan lama, membuka diri untuk belajar hal-hal yang baru, berani mengambil peluang untuk mengembangkan kemampuan yang terpendam, mengasah keahlian baru dan menatap masa depan dengan penuh optimis.
Halangan terbesar untuk berubah hidup, terletak di dalam diri sendiri, hanya kita sang penguasa atas diri sendiri. Jangan biarkan masa lalu menumpulkan harapan dan melayukan semangat, terjang rintangan bagai elang-elang pemburu.
Baca juga :
- Senator Nuh Dukung Program Ekosistem Pesantren Inklusif Keuangan Syariah (EPIKS) Yang Digagas OJK.
- Aksi Komunikas Hijau Indonesia Tanam Pohon di Cadika Medan Johor
- Hujan dan Kehidupan Mikrokosmos: Sebuah Analogi Biologis
Burung Elang, yah tentunya kita sepakat untuk mengkategorikan hewan ini sebagai satu jenis unggas yang perkasa. Mengapa perkasa? Selain cakarnya yang kuat mencengkram, matanya pun tajam bagaikan mata pedang. Dan ternyata elang memiliki umur yang panjang yang dapat mencapai usia 70 tahun.
Wow..bagi manusia, di usianya ke-70, mereka tentu sudah merasa renta dan mungkin sudah tak berdaya. Namun, tahukah kita, seekor elang untuk dapat sampai di usianya 70 tahun, dia harus membuat suatu keputusan besar dalam hidupnya. Di usianya ke-40, ia dihadapkan pada suatu pilihan, apakah dia memilih pasrah dengan kondisinya, atau dia rela men’transformasi’ dirinya, kecuali ajal, elang akan dapat bertahan hidup hingga 30 tahun lagi.
Pada usianya ke-40 tersebut, seekor elang akan mengalami kesulitan hidup yang luar biasa. Paruhnya menjadi panjang hingga hampir mencapai dada, sehingga sulit untuk mencabik mangsa. Demikian pula dengan kuku cakar yang menjadi andalannya untuk menangkap mangsa dan menyerang musuh, akan menjadi panjang namun rapuh.
Dan bulu-bulu tubuhnya yang semakin tebal dan panjang, menyebabkan tubuhnya menjadi berat, sehingga dia tak mampu terbang dengan bebas. Bila kondisi tersebut dibiarkan, tentu akhirnya elang akan semakin melemah dan akhirnya mati tak berdaya. Hanya ada satu jalan untuk membuatnya menjadi kembali perkasa, yaitu dia harus memaksakan dirinya terbang tinggi hinggi ke puncak bukit. Lalu membuat sarang di tepi jurang. Dan di sarang itulah dia harus menjalani proses ’transformasi’ diri.
Tindakan pertama yang dilakukan adalah mematukkan paruh sekeras-kerasnya ke bebatuan hingga paruhnya lepas. Dan setelah lepas, dia harus menunggu paruh baru tumbuh selama kurang lebih 5 bulan lamanya sampai paruh menjadi cukup kuat. Setelah paruh tumbuh, penderitaan berikutnya adalah dia harus mencabuti semua kuku-kuku di cakar.
Dan setelah mencabuti kuku-kuku cakar, dia harus mencabuti bulu-bulu di tubuhnya satu persatu. Bayangkan, betapa menderitanya, badan tanpa bulu, tentu sangat merasakan dingin yang amat sangat di atas puncak bukit, apalagi ketika malam tiba. Namun sungguh, setelah proses ’transformasi’ dilaluinya, dia akan dapat hidup perkasa lagi, hingga 30 tahun mendatang.
Sesungguhnya kisah Elang ini sungguh sangat menginspirasi, membuat kita sadar betapa kecilnya perjuangan kita dalam menjalani hidup ini dibandingkan perjuangan seekor elang yang mampu hidup hingga 70 tahun.
Hidup itu memang sebuah pilihan. Sukses atau gagal memang garis tangan kita dari Tuhan, namun kita dapat pula menentukan, apakah kita akan menjadi orang sukses atau gagal, tergantung bagaimana kita mengupayakannya. Belajar dari elang, dia memilih untuk melalui jalan yang sakit untuk dapat bertahan hidup lebih lama.
Terkadang kita enggan, malas, takut untuk melakukan ’transformasi’ diri. Tidak mau berubah atau takut untuk berubah!! Belajar dari elang, dia tidak takut menjalani proses transformasi, walaupun dia tahu itu akan menyakitkan dirinya. Dan bila masalah mulai bertubi-tubi datang menyerang, kita mudah pasrah, terus mengeluh dan merasa diri tidak sanggup melaluinya.
Belajar dari elang, sekali dia sudah memilih jalan untuk bertransformasi, dia terus melaluinya hingga proses itu usai. Marilah introspeksi diri, belajar dari elang, kita harus mau berubah, dan pantang menyerah dalam hidup ini. Rasa sakit yang kita rasakan, hanya ujian yang Allah berikan pada kita. Dan percayalah bahwa Allah SWT telah memsiapkan jalan yang jauh lebih indah daripada masalah yang ada di depan mata.