Perjuangan Emak.

Oleh : Tauhid Ichyar

Persatuannews.com. Emak masih terbaring diatas tempat tidur, selang oksigen masih menempel diujung hidungnya, sesekali kulepas memastikan apakah nafasnya masih sesak. Sejak tiga hari lalu beliau opname, penyakit asmanya kambuh selama musim hujan akhir tahun ini. Walau dokter mengatakan penyakit emak berangsur sembuh, sudah bisa pulang. Namun aku masih ingin beliau tetap di RS. Aku khawatir sesak nafasnya kambuh lagi kalau dirumah, cucunya Nidar, Nyta dan Maryam senang mengajak emak ngobrol. Kalau sudah ngobrol kadang anak-anak suka lupa kalau Emak harus istirahat. Jadwal emak tidur malam jadi terganggu. Sementara jam 21.00 beliau harus sudah tidur, diatas jam 21.00 emak mengeluh payah tidur. Faktor usia mungkin menyebabkan sulit tidur, usia beliau saat ini memasuki delapan puluh puluh tahun.

Dua minggu lalu cucunya Asnah dan kemanakannya Adel datang dari Jakarta, “kangen dengan emak”, ujar mereka saat berbincang dengan emak dan aku dipojokan ruang tamu. Mereka bercerita tentang pendidikan mereka saat ini dan meyampaikan salam adik laki-laki Emak paman Budiharjo. Sampai beliau kecapean mendengar cerita serta canda-canda mereka. Adel putra tertua pamanku bercerita, tekun emak mendengarkannya. Pandai si Adel bertutur kata, pandai pula Ia bercanda ria dalam tutur katanya. Apalagi Adel bercerita tentang Ayah kami. Senang sekali emak mendengarnya. Masa kecil Adel bersama emak dan ayah beberapa tahun, sehingga kesan baik Adel terhadap emak dan ayah begitu dalam. Sempat pula Adel jadi adikku paling kecil, Rafiq adikku yang kecil suka cemburu dengan kasih sayang emak dan ayah pada Adel saat itu.

Baca juga :

    1. Gempabumi Tektonik M6,2 Di Samudra Hindia Sebelah Barat Aceh Selatan.
    2. TidakFilosofi Kesetian Anjing Serigala
    3. Pemerintah hitung opsi biaya haji turun lagi

Kupijat-pijat kaki emak dengan minyak kayu putih, walau tidak lagi dingin seperti malam kemarin Emak merasa nyaman “, mana anak-anakmu Zan, sejak pagi tadi belum emak dengar suara mereka ”, sapa emak padaku pelan.”sudah pulang mak”, jawabku “pagi tadi mereka kemari sebelum kuliah, Emak masih tidur“ kataku lagi. “kenapalah tak kau bangunkan emak”, kata Emak lagi. “siang nanti mereka datang lagi Mak”, jawabku menyenangkan hatinya. “Zan, mak rindulah dengan ayahmu “, kata Emak lirih padaku“ malam tadi mak mimpi ayahmu datang, dia tidak bicara apapun, dia hanya tersenyum kepada emak ”, tiba-tiba emak bercerita tentang ayah yang telah meninggalkan kami berenam dua puluh lima tahun lalu.

Aku jadi sedih, teringat perjuangan emak membesarkan kami anak-anaknya beberapa puluh tahun lalu. Aku anak ketiga, diatasku dua kakak perempuan, aku anak laki-laki tertua, ada dua orang adik-adikku yang masih kecil saat ayah meninggal dunia. Aku masih duduk dikelas dua SMP, Rafiq adik ragilku masih kelas dua sekolah dasar. Emak saat itu hanya seorang guru Madrasah tsanawiah swasta dekat rumah. Tidak banyak yang ditinggalkan Ayah saat itu, sepetak rumah yang kami tempati dan dua ekor kambing. Saat itu Ayah hanya pegawai dikantor Kepala Desa, sementara malamnya ngajar ngaji di Masjid desa.

Dua ekor kambing yang ditinggalkan Ayah berkembang menjadi banyak, serasi rupanya kami berternak kambing. Emak memberiku tanggungjawabku untuk memeliharanya, tiap hari sepulang sekolah, kuangon kelapangan rumput dibelakang Balai Desa, sambil menjaga kambing aku buka buku, belajar. Selesai belajar, kubabat rerumputan ilalang, persiapan makan siang untuk esok hari.

Hampir setiap sore kusempatkan bermain bola bersama teman-temanku dilapangan bola kantor Balai Desa, sebelum azan Maghrib tiba kami bergegas mandi dan sholat kemasjid. Tugasku menjadi tidak ringan saat Ayah tiada. Ayah yang mengajar ngaji di-Masjid Desa harus kugantikan, aku harus mengajar ngaji anak-anak Desaku setiap malam ba’da Mahgrib hingga menjelang Sholat Isya termasuk dua adiku Ihsan dan Rafiq. Biasanya sepulang dari Masjid, Emak sudah menyiapkan makan malam, bersama Emak, kakak dan adik-adikku kami makan bersama seadanya.

“Dua sehat, tiga sempurna”, kataku. Dua sehat ada nasi dan ada juga sayur, tiga sempurna, kalau ada ikan, nasi dan sayur. Biasanya Emak menyediakan sayur daun ubi tumbuk atau sayur oblok-oblok, kelapa diparut direbus hingga mendidih lalu dimasukan ikan asin. Lezat sekali dilidahku, masakan Emak luar biasa enaknya. Kadang karena terlalu sering menu makan tak berganti, adikku Rafiq merengek-rengek minta telur dadar kesukaannnya, Emak cuma bilang. “satu butir saja,” kata emak, “ yang sembilan butir lagi, kau antarkan besok Zan kekedai Bou Butet, ambil uangnya untuk uang sekolah kakakmu “, kata Emak lagi.

Untuk menghidupi keluarga, setiap malam, bahkan hingga larut malam Emak menjahit oto, pakaian dalam anak-anak berumur enam bulan hingga dua tahun. Rajutan kain percah, dijahit bersusun, berbentuk segitiga, diatas dan bawahnya ada tali simpul pengikatnya. Terbuat dari kain sisa baju kodian yang dikumpul dari pasar tradisional. Setiap dua atau tiga hari kujemput dilos kios pedagang kain. Kain percah yang tidak terpakai lagi. Dengan kain-kain sisa ini Emak berkreasi membuat alas kaki, sprei atau taplak meja sebagai tambahan dari menjahit oto anak-anak.

Sering pula dikeheningan malam emak kulihat berqiamulail, mendo’akan anak-anaknya. Mungkin karena sering dilakukannya jiwanya kuat mendidik dan membesarkan kami seorang diri. Emak mendidik kami anak-anaknya dengan sikap tegas namun lemah lembut. Hidup tidak boleh suka-suka, harus teratur, santun dalam bertuturkata, berakhlaq, harus bisa saling memaafkan, saling memberi, saling menghargai, saling berkasih sayang, senang bersimpati atau berempati.

Raih cita-citamu dengan target dan usaha jangan cepat berputus asa. Banyaklah berdo’a kepada Yang Maha Kuasa. Alhamdulillah do’a, kerja keras dalam perjuangan emak mendidik dan membesarkan kami, lima anak-anak emak bisa selesai sampai jenjang sarjana, kakakku yang sedikit tertinggal, begitupun ia selesai diploma tiga kebidanan.

Aku tersenyum mengenang perjalanan hidup masa lalu kami,“ kenapa pula kau ini Zan senyum-senyum” kata Emak membuyarkan lamunanku “ ah, enggak mak, sudah enakan badan emak ”, kataku mengalihkan pembicaraan sambil memijat-mijat kepalanya.”. Perjuangan dan do’a Emak luar biasa untuk anak-anaknya, tak pantas rasanya membantah kata-katanya.

Penulis : Memperhati Sosial Lingkungan