Partai Politik Kemana Arahmu: Menata Parpol Dalam Arus Demokratisasi

Politisi selayaknya ditempatkan bukan sebagai profesi tempat meraup keuntungan materi, melainkan bentuk pengabdian.

persatuannews.com. Bahwa kenyataan perpolitikan di tanah air masih menghadapi berbagai permasalahan, seperti belum maksimal nya fungsi partai sebagai sarana komunikasi politik, dan rekrutmen politik.
Partai politik (parpol) lebih sering berfungsi sebagai alat kepentingan individu daripada agregasi kepentingan kelompok, dan parpol lebih sering berfungsi sebagai media pengerahan suara untuk kepentingan kekuasaan.

Ketika jagad politik diwarnai oleh politikus rabun ayam (nyctalopia) maka bangsa ini akan mengalami krisis kepemimpinan. Melihat gejala politik Indonesia dengan tingkat kritisisme yang yang mulai membaik dengan tingkat partisipasi politik (transaksional?) yang artinya di masa depan masyarakat akan semakin kritis dalam menentukan pilihan politiknya.

Menghadapi fenomena ini, selayaknyalah parpol berbenah dan memperbaiki sistem perekrutan pengurus.
Parpol harus muncul bukan sebagai sarana pencarian kerja, melainkan sebuah lembaga demokratis penyalur aspirasi rakyat (Firman Subagyo 2009).

Politisi selayaknya ditempatkan bukan sebagai profesi tempat meraup keuntungan materi, melainkan bentuk pengabdian.

Baca Juga :

  1. PP PERSIS Apresiasi Pengetatan Haji oleh Saudi, Soroti Carut Marutnya Penyelenggaraan Haji Indonesia 2025
  2. LAZ Persis Sumatera Utara Menyerahkan Bantuan Bencana
  3. Muhammad Nuh Dukung Pembangunan Jalan Lintas Padang Lawas-Mandailing Natal, Siap Kawal di Tingkat Nasional.

Dalam konteks seperti itulah gagasan menata partai politik untuk memperkuat demokrasi di Indonesia menjadi sangat relevan. Tidak saja relevan untuk partai politik, namun juga kebutuhan mengembangkan demokrasi yang bermakna di negeri ini.

Menarik tulisan Johan Rosihan Anggota DPR RI Fraksi PKS. Dimulai dengan pernyataan yang menelisik ” Apakah PKS masih menjadi rumah bagi pemilih Islamis yang terdidik dan kritis”.

Dalam beberapa pemilu terakhir, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terlihat mengalami stagnasi suara, meskipun dinamika politik Nasional cukup dinamis dan semakin terbuka bagi partai-partai Islam.

Realitas ini tentu menimbulkan pertanyaan serius bagi internal partai maupun publik: apa yang salah atau perlu dikoreksi!? Salah satu pendekatan yang menarik untuk dikaji.

Pertanyaan paling relevan yang harus dijawab oleh kader dan elite partai hari ini adalah: apakah PKS masih menjadi rumah bagi pemilih Islamis yang terdidik dan kritis, seperti dulu? Ataukah justru telah menjadi partai pragmatis biasa yang hanya berlomba-lomba dalam kontestasi elektoral tanpa narasi perubahan yang kuat?
Jawaban atas pertanyaan ini penting bukan hanya untuk keperluan elektoral, tetapi juga untuk keberlanjutan identitas perjuangan itu sendiri (Republika.CO.ID 2025).

Partai Politik Indonesia

Pada tanggal 31 Mei 2025 PKS telah melaksanakan Pemilu Raya (Pemira) secara nasional, hasilnya sudah diketahui bersama terpilihnya kepemimpinan yang baru dibawah Dr. Sohibul Iman sebagai Ketua Majelis Syuro, Dr. Al Muzammil Yusuf sebagai Presiden, dan Dr. Muhammad Khalid sebagai Sekjen.

Melihat komposisi kepengurusan PKS 2025-2030 semoga mereka mampu membawa PKS kembali menjadi rumah besar bagi semua pencinta keadilan dan perubahan, dan menjadi pelopor politik nilai yang istiqomah di tengah pusaran pragmatisme nasional.

Selain itu Parpol harus mendidik dan menggerakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses politik dengan membangun kesadaran politik yang berintegritas. Wallahualam bi shawab

Penulis: Abdul Aziz, ST
Anggota Komisi Siyasah, Syari’ah Antar Lembaga MUI Kota Medan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *