Mudik Lebaran dan Sampah Menumpuk

Mudik, silatuhrahmi kekampung halaman tahunan yang menyenangkan, namun jangan kita abaikan, sampah produk kita juga harus dikelola dengan baik, tidak sembarangan dibuang, disaat petugas garda sampai ikutan mudik, sampah menjadi tanggung jawab kita semua.

Berita, Kota, Lingkungan490 Dilihat

persatuannews.com.  Akhir bulan Maret tahun ‘25 ini Hari Raya Idul Fitri. Banyak masyarakat pada mudik. Pulang kampung menjadi keasyikan tersendiri bagi para perantau. Mudik kata itu menjadi begitu familiar disetiap tahun menjelang Lebaran. Namun saat menjelang lebaran nuansanya terasa berbeda jika pulang ke kampung halaman. Biasanya keluarga, sahabat teman pada masa kanak-kanak pulang kampung, sehingga reunianpun dapat terselenggara secara alami.

Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa, mudik boleh dikatakan sebuah tradisi yang mutlak harus dilaksanakan. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya juga sowan dengan orang tua. Tak terkecuali petugas garda sampah. Mereka yang selama ini banyak berjasa membersihkan berbagai sampah rumah tangga juga punya agenda mudik.

Aktifitas dan Sampah.
Kehadiran sampah memang menyebalkan, menjijikan, mengganggu udara, memgganggu penciuman, mengganggu pemandangan dan yang paling buruk mengganggu kesehatan.
Pada dasarnya sampah merupakan konsekuwensi dari adanya aktivitas manusia, sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup berpengaruh pula pada volume sampah yang dihasilkan. Kelebihan produksi sampah bisa menjadi semacam bom waktu, setiap saat dapat meledak dan membawa korban.

Lihatlah pada saat banjir menghadang, luapan aliran sungai yang tersumbat terhalang timbunan sampah. Kontribusi kita yang sembarangan membuang sampah. Perhatikan saat tempat pembuangan akhir (TPA) setempat sudah tidak dapat lagi menampung keberadaan sampah warga kota, bau menyengat, semak dan menyebalkan pandangan.

Perilaku masyarakat harus dirubah meyangkut kepedulian terhadap lingkungan, mau menghargai lingkungan yang bersih dan berkelanjutan. Lihatlah berbagai kebiasaan buruk sehari-hari disekeling kita, banyak diantara kita membuang sampah kedalam sungai, dihalaman tetangga, tanpa ada beban, tanpa ada rasa salah. Sampah pelastik berserakan menyumbat aliran sungai, ketika hujan turun permukaan aliran sungai menghanyutkan berbagai sampah pelastik sisa rumah tangga hingga bermuara dilaut.

Sampah Pelastik.
Kantong plastik menjadi isu pembicaraan penting akhir-akhir ini di dunia pengelolaan sampah. Harganya yang murah, gampang ditemukan, dan mudah digunakan membuat kantong plastik telah menjadi bagian dari hidup manusia.

Badan Lingkungan PBB memperkirakan, tahun 2006 tiap 1 mil persegi lautan mengandung 46.000 lembar sampah plastik (marine debris). Atas dasar kelalaian manusia sehingga menimbulkan kerusakan, dilaporkan pada dasar perairan Samudra Pasifik tertutup sampah plastik yang luasnya dua kali daratan Amerika Serikat, diperkirakan jadi dua kali lipat pada 2015. Berapa banyak pula ditahun 2025 ini. Ini akan berdampak negatif pada rantai makanan.

Di laut Pasifik terjadi proses oseanografi gyre, yakni arus melingkar searah jarum jam berkecepatan lambat. Lingkaran arus ini cukup luas, ribuan kilometer. Sampah plastik secara perlahan bergerak sesuai aliran gyre. Lama-kelamaan sampah plastik mengumpul di tengah gyre karena energi arus di tengah gyre cukup lemah, disebut sebagai ”zona mati”. Charles Moore, ahli oseanografi Amerika, menyebut Lautan Pasifik sebagai ”Great Pacific Garbage Patch”.Diperkirakan 100 juta ton sampah terapung mengikuti aliran gyre.(Kompas,12/05/’09)

Baca juga :

Fenomena booming sampah plastik telah menjadi momok yang menakutkan di setiap belahan bumi. Tidak saja di negara-negara berkembang tetapi juga di negara-negara maju seperti AS, Inggris dan Jepang. Saat ini penggunaan material plastik di negara-negara Eropa Barat mencapai 60kg/orang/tahun, di AS mencapai 80kg/orang/tahun, sementara di India hanya 2 kg/orang/tahun.

Sampah plastik memerlukan ratusan bahkan ribuan tahun untuk terurai kembali ke bumi, 57 persen sampah yang ditemukan di pantai berupa sampah plastik. Sebanyak 46 ribu sampah plastik mengapung di setiap mil persegi samudera bahkan kedalaman sampah plastik di samudera pasifik sudah mencapai hamper 100 meter. Bahkan menurut catatan lebih dari 1 juta burung dan 100 ribu binatang laut. (https://inswa.or.id/)

Tragedi Sampah.
Banyak material sampah membutuhkan waktu cukup lama untuk terurai oleh alam. Gelas atau kaca misalnya, butuh ratusan tahun untuk terurai. Lebih parah lagi, sebagian sampah seperti styrofoam tidak dapat terurai dan mengandung bahan berbahaya. Berdasarkan paparan di papan zona sampah, gelas atau kaca, adalah sampah yang paling lama terurai, disusul kaleng yang membutuhkan 80-100 tahun untuk terurai, kemudian plastik yang terurai dalam 50-80 tahun, kertas, 2-5 bulan, dan yang paling mudah terurai adalah sampah organik yang membutuhkan minimal satu bulan.

Dua puluh tahun lalu peristiwa besar bencana longsor di TPA Leuwigajah, Bandung pada Tanggal 21 Februari 2005, hari kelabu bagi para warga kampung Cilimus, Desa Batujajar Timur, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung. Berton-ton sampah menggulung puluhan rumah hingga sejauh lebih dari satu kilometer, setidaknya 143 jiwa menjadi korban, puluhan lainnya luka-luka, dan ratusan warga lainnya kehilangan tempat tinggal.

Menjadi perhatian kita atas perilaku buruk yang dilakukan masyarakat selama ini. Perlu dibangun kesadaran akan kebersihan lingkungan. Penegakan hukum yang tegas dengan sikap peduli lingkungan yang mau mengingatkan orang-orang yang membuang sampah sembarangan.

Mudik, silatuhrahmi kekampung halaman tahunan yang menyenangkan, namun jangan kita abaikan, sampah produk kita juga harus dikelola dengan baik, tidak sembarangan dibuang, disaat petugas garda sampai ikutan mudik, sampah menjadi tanggung jawab kita semua.

Penulis : Tauhid Ichyar
Pemerhati Sosial Masyarakat