Medan-persatuannews.com. Lumpur Lapindo mulai menemburkan lumpur pada 29 Mei 2006. Ketika itu PT Lapindo Brantas Inc. melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1 di Sidoarjo, Jawa Timur, yang mengakibatkan semburan lumpur panas bercampur gas.
Bencana ini menenggelamkan ribuan rumah dan lahan, merusak infrastruktur, serta mengungsinya ribuan warga, meninggalkan dampak sosial dan ekonomi yang besar. Penyebab pasti semburan ini masih terus diperdebatkan antara kesalahan teknologi pengeboran dan gempa bumi.
Dua hari sebelum semburan lumpur Sidoarjo terjadi, gempa mengguncang Yogyakarta. Meski begitu, belum diketahui apakah ada pembuktian ilmiah mengenai keterkaitan antara gempa bumi dengan semburan lumpur yang terjadi, semburan lumpur panas itu tak dapat dikendalikan hingga meluber ke mana-mana.
Lokasi semburan lumpur tersebut merupakan kawasan permukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi.
Baca juga :
- Bakhil Yang Dipelihara
- Pejuang Palestina Kalian Adalah Inspirasi Bagi Banyak Orang
- Jangan Abaikan Masa Senjamu
Pada saat itu pengaliran Lumpur Sidoarjo ke Kali Porong adalah kebijakan pemerintah yang diputuskan oleh pemerintah melalui rapat kabinet pada tanggal 27 September 2006. Kebijakan pengaliran Lumpur Sidoarjo ke Kali Porong tersebut dilakukan karena dikhawatirkan tanggul yang telah dibuat tidak akan mampu menahan semburan Lumpur Sidoarjo yang semakin meningkat.
Pilihan mengalirkan langsung lumpur panas ke Kali Porong adalah sebagai tempat penyimpanan lumpur, Kali Porong ibarat waduk yang telah tersedia, tanpa perlu digali, memiliki potensi volume penampungan lumpur panas yang cukup besar dengan kedalaman 10 meter di bagian tengah kali. (https://sda.pu.go.id)
Volume lumpur yang begitu besar membutuhkan frekuensi dan volume penggelontoran air dari Sungai Brantas yang tinggi, dan kegiatan pengerukan dasar sungai yang terus menerus, agar Kali Porong tidak berubah menjadi waduk lumpur. Sedangkan untuk mencegah pengendapan koloida lumpur Sidoarjo di perairan Selat Madura, diperlukan upaya pengendapan dan stabilisasi lumpur di kawasan muara Kali porong.
Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori soal asal semburan. Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kesalahan prosedur dalam kegiatan pengeboran. Kedua, semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui. Namun bahan tulisan lebih banyak yang condong kejadian itu adalah akibat pengeboran.
Setelah 17 tahun berlalu, diketahui lumpur Lapindo ternyata memiliki kandungan logam yang sangat potensial, yakni logam tanah jarang atau dikenal juga dengan nama rare earth. Hal itu diungkap oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Kami juga melakukan kajian terhadap lumpur Sidoarjo yang ternyata juga diidentifikasi oleh Badan Litbang mengandung logam tanah jarang,” kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono dalam jumpa pers, dikutip Antara, 20 Januari 2022.
Selain di Sidoarjo, rare earth juga pernah teridentifikasi di sejumlah wilayah di Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan, dan Jawa, totalnya ada 28 daerah. Lalu apa sebenarnya rare earth itu? Benarkah logam yang satu ini memiliki nilai yang sangat potensial?
Logam Lumpur Lapindo Lebih Mahal dari Emas, Ini Kata Pakar Unair Dosen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi dari Universitas Airlangga (Unair) Ganden Supriyanto menjelaskan, logam tanah jarang atau rare earth di dalam rumus kimia sistem periodik termasuk ke dalam golongan lantanida dan aktinida. (https://www.kompas.com.)
Selain masuk ke dalam golongan lantanida dan aktinida, logam tanah jarang juga disebut sebagai logam transisi. Rare earth termasuk jenis logam yang potensial karena dapat digunakan untuk teknologi tinggi seperti campuran logam pada bidang meteorologi.
Lumpur Lapindo riwayatmu kini mengandung mineral-mineral kritis seperti litium dan scandium, yang merupakan logam tanah jarang (LTJ). Meskipun bukan emas, LTJ ini bernilai sangat tinggi dan dibutuhkan dunia karena perannya dalam teknologi maju.
“Logam tanah jarang ini sangat penting kaitannya pada beberapa bidang tertentu seperti bidang meteorologi untuk pembuatan pesawat luar angkasa, lampu energi tinggi, dan semi konduktor,” ucap Ganden dilansir dari laman Unair.
- Penulis : Tauhid Ichyar, Ka. Kantor LAZ Persis Sumatera Utara
- Pemerhati Lingkungan Hidup.